Jumat, April 26, 2024
BerandaIndexHeadlineEdi Purwanto, SH: Segera Usut Tuntas Pungutan Liar PTSL di Desa Wonodadi

Edi Purwanto, SH: Segera Usut Tuntas Pungutan Liar PTSL di Desa Wonodadi

MOJOKERTO, Xtimenews.com – Edi Purwanto,SH, sebagai kuasa sekaligus ketua kordinator tim investigasi pungutan liar (Pungli), warga Desa Wonodadi, Kecamatan Kutorejo, Kabupaten Mojokerto mengatakan, banyak temuan dari pengakuan masyarakat Desa Wonodadi, yang menunjukkan adanya maladministrasi serta merugikan banyak masyarakat.

“Terdapat lebih dari 600 warga yang mengikuti program Pendaftaran Tanah Sistematis Langsung (PTSL) priode 2016-2017, dimana telah membayar biayanya dari Rp. 850 ribu – Rp. 4 juta per bidang tetapi sampai berita ini dipublikasikan, banyak sertifikat masayarakat yang belum tuntas serta patut diduga Kepala Desa (Kades) dan perangkatnya melakukan pungutan liar (Pungli),” tegas Edi.

Pelaksanaan program PTSL di Desa Wononadi, sangat disayangkan oleh banyak masyarakat, khususnya Edi. Pasalnya pungutan biaya yang dilakukan Kades, Kepala Disun (Kasun) serta panitia tidak memberikan tanda bukti penerimaan uang sama sekali, akibatnya tidak memberikan kepastian bagi masyarakat.

“Pada hal, sesuai keputusan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri adapun biaya PTSL di Jawa, hanya sebesar Rp. 150 ribu,” kata Edi, pada Senin (03/02/2020), di kantor Kejaksaan Negeri Labupaten Mojokerto ketika mendampingi salah seorang warga.

Menurut Edi, awal mula dilakukannya pendalaman terhadap isu pelaksanaan program PTSL, di Desa Wonodadi berawal dari keluhan masyarakat atas sertifikatnya yang tidak kunjung selesai.

“Mendengar dari beberapa masyarakat yang mengikuti program PTSL, selanjutnya saya bersama tim mengklarifikasi ke Badan Pertanahan Nasional (BPN), ternyata kita mendapatkan jawaban, ada yang masih proses untuk menjadi sertifikat serta ada juga yang tidak terdaftar untuk dijadikan sertifikat, pada hal semua persyaratan sudah dilengkapi dan diserahkan kepada panitia PTSL,” ungkap Edi.

Dia memberikan contoh kongkrit, salah satu warga bernama Ajib bersama istrinya Winarsih, mengurus melalui Kades Wonodadi Miskan dengan biaya Rp. 2,8 juta per bidang.

“Walaupun Kades tidak mengakui bahwa Ajib sebagai peserta PTSL, berdasarkan klarifikasi yang dilakukannya bersama timnya pada Badan Pertanahan Nasional (BPN), pihak BPN membenarkan bahwa sertifikat atas nama ajib dipastikan sebagai peserta program PTSL dari Desa Wonodadi priode tahun 2017,” beber Edi.

Kemudian, begitu juga dengan pengakuan warga lain yang bernama Warnadi yang didampingi Edi, mengakui bahwa dirinya ikut program PTSL tahun 2017, ditarik biaya sebesar Rp. 3 juta per bidang.

“Sertifikatnya saya sudah selesai, namun terdapat kesalahan dalam pencatatan peta lokasinya,” ungkap Warnadi pasca diperiksa pidsus, mewakili istrinya karena sakit.

Kemudian lagi, masih kata Edi, salah seorang warga bernama Suliadi, dalam program PTSL tahun 2017, dikenakan biaya sebesar Rp. 4 juta.

“Sertifikatnya baru selesai tahun 2019, namun tidak ada kejelasan dari panitia ke peserta serta biayanya juga tidak masuk akal dan tidak sesuai dengan aturan yang ada,” tandas Edi.

“Saya bersama tim akan terus mengawal kasus pungutan liar PTSL ini, baik secara non-ligasi maupun ligitasi sampai ada kepastian hukum, agar masyarakat khususnya pemohon tahu, jika PTSL ini program yang seluruh pembiayaannya dibiayai oleh Negara, kecuali biaya yang sudah ditentukan SKB 3 Menteri untuk wilayah Jawa-Bali sebesar Rp. 150 ribu,” pungkas ketua kordinator PTSL Desa Wonodadi.

Sementara Kades Wonodadi saat ditemui di Balai Desa, tidak berada ditempat.

“Baru keluar, ada acara di Kecamatan,” kata salah seorang pegawai, sembari memberikan nomor telepon selulernya (Hp) Kades.

Namun saat dihubungi Hpnya, tidak menjawab alias dalam kondisi mati.

Kasi Pidsus Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto Agus, SH diruang kerjanya menjelaskan sesuai dengan keputusan bersama pada 22 Mei 2017 untuk daerha Jawa-Bali, adapun biaya PTSL sebesar Rp. 150 ribu.

“Apabila tidak ada biaya dari APBD, maka pembiayaannya ditanggung sendiri oleh masyarakat,” kata Agus.

Menurut Agus program PTSL adalah merupakan kearifan lokal, sehingga harus disesuaikan dengan kemapuan lokal.

“Kedepan kita terus akan memanggil warga untuk diperiksa dan mendengarkan keterangan saksi-saksi yang memberatkan serta meringankan dan mencari alat bukti,” jelas Agus. (tim)

RELATED ARTICLES

Most Popular

Recent Comments